Yayasan Tunas Karya
Buka Pikiran - Sentuh Hati - Bentuk Masa Depan

FULL DAY SCHOOLING DAN KEGELISAHAN MENEMUKAN AREA IDEAL MEMATANGKAN ANAK


Opini Title

John Broadus Watson - seorang psikolog environmental radikal - pernah berujar dengan pongah: “Berikan aku selusin bayi sehat, berbadan bagus, dan dunia khusus saya akan membuat mereka semakin baik dalam pengawasan saya".

Ungkapan di atas barangkali terkesan angkuh bahkan mungkin cenderung ateistik bagi kaum agamawan. Watson seakan menegaskan bahwa anak itu dapat dibentuk atau dicetak hanya dengan forma yang sudah kita rencanakan, asal saja dikontrol dan diawasi dengan ketat. Dalam pandangan Watson, faktor kesadaran dan pikiran kurang begitu penting. Sebab yang penting adalah pembiasaan yang terjadi dalam proses stimulus dan respon.

Seorang anak akan menjadi lebih pintar, lebih sehat, lebih sukses kalau dilatih dan dididik dalam lingkungan yang baik. Mungkinkah ide Full Day Schooling lahir dari latar belakang pemahaman bahwa manusia itu dapat dibentuk atau "dikarbit" dalam tempo yang cepat asal lingkungannya sungguh terkontrol?

Sejauh pengalaman kami di Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Persona, banyak anak yang keberatan untuk cepat-cepat kembali ke rumah setelah mengikuti sesi terapi perilaku. Secara finansial seharusnya saya merasa senang dengan situasi ini; karena makin lama diterapi, tentu ongkos akan bertambah; dan ini akan menjadi rejeki lembaga. Meskipun demikian, dari aspek efektivitas terapi, saya merasa kurang berdampak baik.

Menyitir dan mengantisipasi pendapat Guthrie (1935-1942) tentang metode membosankan; bahwa setiap orang yang melakukan tindakan yang sama terus-menerus, akan menjadi bosan dan menghentikannya, maka kami lebih memilih memanggil orangtua atau wali untuk segera menjemput anak kembali ketimbang membiarkannya berlama-lama di LPT Persona.

Sejalan dengan program revolusi mental barangkali gagasan Full Day Schooling adalah salah  satu alternatif yang dapat dipertimbangkan. Melalui program revolusi mental, pemangku kebijakan pendidikan di negeri ini tentu memiliki peran sentral untuk mencari atau menggagas program-program yang relevan dan bermakna untuk kemajuan pendidikan sekaligus perubahan mental masyarakat kita. Meskipun demikian, patut dipertimbangkan lebih matang adalah sejauh mana gagasan ini diterima dan berakar di hati para peserta didik yang membuat mereka betah berada di ruang kelas atau di sekitar lingkungan sekolah.

Dalam masyarakat industri dan modern ini muncul kegelisahan yang cukup nyata adalah perihal tanggungjawab pendidikan dan perkembangan anak. Di satu sisi orangtua merasa cukup sibuk untuk bekerja dan mencari uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai pendidikan anak; sementara di sisi lain, kebutuhan anak untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang utuh serta total dari kedua orangtua menjadi terabaikan.

Pada satu sisi, orangtua merasa sudah membayar kepada sekolah dan sekolah dituntut untuk menyelesaikan segala hal yang terkait dengan problem anak; sementara di sisi lain rumah sebagai sekolah awal dan sekolah cinta kasih sudah kurang menarik lagi bahkan secara tidak langsung membuat anggotanya terasing satu sama lain. Dengan demikian, pertanyaan yang seharusnya lebih tajam di sini adalah siapa yang sebetulnya bertanggungjawab atas pendidikan dan pembinaan anak? Dimana sesungguhnya area yang memadai untuk mendidik dan melatih anak - Sekolah atau rumah?

Full Day Schooling memang baru sebatas gagasan, namun gagasan ini mesti dipertimbangkan dan dikritisi dengan sungguh-sungguh agar jangan sampai kita terjebak dalam persepsi seakan-akan anak dapat "dikarbit" dengan cara belajar sehari penuh di sekolah. Gagasan ini juga jangan sampai "meninabobokan" para orangtua dan membuat mereka terlena serta mengabaikan peran dan tanggungjawab mereka terhadap pendidikan anak.

Aktivitas belajar adalah proses kompleks dan dinamis yang tidak hanya mengikutsertakan seluruh kemampuan intelektualitas, tetapi juga karakter dan aspek kepribadian yang dibentuk dalam pengalaman belajar di kelas, tetapi juga interaksi yang terkonstruksi dalam keluarga dan masyarakat yang lebih luas.

Sekolah dan keluarga, pendidik dan orangtua seharusnya bersinergi untuk mendidik anak, agar bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa, baik dari cara berpikir, berempati, maupun bertindak. Dalam kerja sama dua lembaga utama inilah, anak-anak dididik, tidak hanya menjadi pribadi yang tajam dalam berpikir, tetapi juga berperasaan halus, serta terampil dalam bertindak. Mereka akan menjadi pribadi yang matang dan bermartabat karena dapat bekerja berdasarkan akal budi (doing by head), terampil dalam bertindak (doing by hand), dan mampu merasakan dengan hati nurani yang tulus (doing by heart).

RD Servasius Samuel, S.Psi., M.Psi. (Penanggungjawab Konsultan Psikologi dan Pusat Terapi Perilaku LPT Persona)

Gambar: www.kompasiana.com (Ilustrasi: skkksolo.sch.id/)
Tulisan ini pernah dimuat di situs www.jurnaltimur.com


TwitCount

Kegembiraan dalam Belajar

29 Aug 2016 04:20:12 WIB

dibaca 4.823 kali

SAYA sering memberikan pertanyaan kepada guru dan siswa tentang makna pengalaman belajar (learning experience). Rata-rata jawaban mereka ialah kurangnya kegembiraan dalam belajar. Memang, baik guru maupun siswa mengenal istilah fun learning,... Selanjutnya


Guru: Agent of Change

29 Aug 2016 03:28:00 WIB

dibaca 4.516 kali

Di tengah berbagai macam kebijakan pendidikan yang memangkas kreatifitas dan profesionalitas guru, ada dua cara yang serentak mesti dilakukan oleh guru agar tetap bisa bertahan dalam kinerja profesionalnya. Pertama, bersikap kritis atas berbagai... Selanjutnya


4 Tantangan bagi Guru Masa Kini

04 Oct 2018 10:29:41 WIB

dibaca 4.437 kali

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 dunia selayaknya memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut. Terlebih lagi, negara ini memiliki jumlah penduduk muda yang besar. Badan Pusat Statistik mencatat, paling... Selanjutnya


Ekosistem Moral Pendidikan

19 Aug 2016 10:32:09 WIB

dibaca 4.424 kali

Mewujudkan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter merupakan salah satu visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, ekosistem moral pendidikan kita belum terbangun karena penumbuhan budi pekerti belum menyentuh pembentukan... Selanjutnya


Untuk Impian Besar

29 Aug 2016 05:42:20 WIB

dibaca 3.764 kali

Bagi rakyat, pendidikan merupakan hak. Bagi negara, pendidikan merupakan kewajiban. Adapun bagi bangsa, pendidikan perkakas utama untuk membangun impian besarnya. Khusus untuk Indonesia, penggagas bangsa sudah menyampaikan impian besar itu.... Selanjutnya


Catat, Ini Pentingnya Keseimbangan Otak Kiri dan Otak Kanan

05 Oct 2018 01:45:37 WIB

KOMPAS.com – Kerap dikatakan bahwa anak yang pintar berhitung pasti otak kirinya lebih dominan. Sementara anak yang lihai dalam bidang kesenian memiliki otak kanan yang lebih aktif. Benarkah? Jika berbicara mengenai fungsi otak, mungkin... Selanjutnya


Ini Pentingnya Guru Mengapresiasi Karya Murid

05 Oct 2018 10:25:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Memberi apresiasi bagi anak didik menjadi suatu hal krusial bagi seorang guru. Dengan begitu, murid dapat lebih terpacu untuk mengeluarkan potensi terbaiknya. Lebih kurang itulah benang merah sesi Lokakarya Nasional dalam... Selanjutnya


3 Profesi Ini Tidak Akan Membuat Generasi Milenial jadi Pengangguran

05 Oct 2018 10:12:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia telah menetapkan Peta Jalan Revolusi Industri 4.0 pada awal April 2018. Peta jalan berikut strategi pelaksanaan tersebut membidik ambisi besar: menjadikan Indonesia posisi 10 besar kekuatan ekonomi dunia. Andai... Selanjutnya


4 Tantangan bagi Guru Masa Kini

04 Oct 2018 10:29:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 dunia selayaknya memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut. Terlebih lagi, negara ini memiliki jumlah penduduk muda yang besar. Badan Pusat Statistik mencatat, paling... Selanjutnya


Mendikbud Ungkap 3 Ciri Guru Profesional

03 Oct 2018 08:13:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang guru atau tenaga pendidik merupakan profesi dengan tanggung jawab besar. Mereka menjadi tulang punggung keberlangsungan generasi penerus bangsa. Berkaca dari hal itu, menjadi penting untuk terus mendongkrak... Selanjutnya